Kisah Nyata WNI Dalam Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan Film Road To Silience

Seorang kenalan saya,yang sekarang sudah menjadi pendiri salah satu sekolah Al Quran di Jakarta, dulu pernah ikut berperang di Bosnia dan tertembak kaki pada tahun 1990-an. Setelah dia jatuh dari motor dan kesehatannya menurun, sampai harus operasi puluhan kali, dia tetap namun tidak mau bercerita tentang kakinya yang tertembak, karena takut dianggap sebagai teroris.

Jujur saya tidak menyangka kalau dia dulunya merupakan salah satu pemuda Indonesia yang ikut berperang ke Bosnia karena dalih agama. Perawakan yang lembut dan ramah, mirip bapak-bapak kebanyakan di Indonesia. Namun, setiap orang mempunyai masa lalu, yang tidak selalu ingin diungkapkan.

Sebenarnya diam-diam banyak warga Indonesia yang pergi keluar negeri dengan alasan agama. Walau ternyata banyak yang akhirnya merasa terjebak, karena ternyata harapan tidak seindah kenyataan. Seperti para WNI yang terjebak ISIS dan masih menunggu untuk dipulangkan.

Road To Silience, Film Tentang Perjuangan WNI Eks ISIS Menata Hidupnya Kembali di Indonesia.

“Kalau saya bisa memilih, tentu saya tidak mau hidup dengan ada embel-embel seperti ini.” Ungkap Febri Ramdani dalam film Road to Silience.

Keputusannya menyusul sang ibu ke Suriah, malah membuat hidupnya terpaksa hidup di bawah kekuasaan ISIS. Sehingga kemudian Febri memutuskan kembali ke Indonesia. Bersama ibunya, Febri menyandang status sebagai WNI eks ISIS, yang menghadapi pro dan kontra.

Febri dan beberapa orang WNI yang berhasil pulang ke Indonesia, karena berhasil melarikan diri sampai ke Irak. Sampai kemudian, perwakilan Irak memberitahukan Pemerintah untuk menjemput warga Indonesia di negaranya. Akhirnya Febri dan beberapa orang WNI tersebut sampai dengan selamat ke Indonesia.

Konflik ISIS di Suriah. Kalimat yang menakutkan untuk sebagian besar orang di Indonesia. Hal seperti ini merupakan ketakutan yang wajar, bila melihat banyak protes dari masyarakat. Mengingat jejak terorisme di Indonesia, kenangan Bom Bali dan Bom Thamrin Sarinah masih melekat di benak kita. 

Bagaimana mungkin seseorang yang pernah terjebak ISIS dan kembali ke Indonesia, bebas dari paham radikalisme? 

Itu pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak seseorang. Sehingga wajar saja Febri mengalami pertentangan seperti itu setelah kembali dari Suriah. Bagaimana dengan masa depannya? Perlakuan masyarakat sekitar? Dan lain-lain. Semua membayang-bayangi Febri dalam kehidupan sehari-hari.

Keputusannya untuk bangkit dan kuliah, membuat Febri merasa lebih percaya diri. Toh, dia tidak menyebarkan paham apapun pada masyarakat. Dia hanya warga negara biasa, yang pernah membuat keputusan hidup yang salah, hanya karena merasa rindu kepada ibunya. Sekarang Febri akhirnya merasa senang karena walaupun sudah berpisah lama, ayah dan ibunya bisa menjalin hubungan dengan berteman. Sehingga mereka berdua bisa hadir dalam wisuda kelulusan Sarjananya.

Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah, Kisah Para WNI yang Terjebak ISIS

Pasti sudah pada mendengar kan trend #kaburajadulu? Hehe..

Mencari penghidupan yang layak di negeri orang. Sebenarnya tidak salah sih, namun sebaiknya harus berhati-hati sama pilihan negara tujuan. Jangan sampai malah nanti terjebak perdagangan manusia atau ISIS.

Keputusan para WNI yang ingin ikut menegakkan daulah islamiyah di ISIS, membuat mereka terjebak ISIS dan sulit untuk kembali ke Indonesia dengan selamat. Sehingga menjadi pekerjaan rumah khususnya bagi Pemerintah, dan BNPT untuk menjemput para WNI di sana.

Dalam buku berjudul Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah, Doktor Noor Huda Ismail sebagai penulis menceritakan tentang kisah para WNI yang terjebak dalam konflik Suriah sebagai anggota ISIS pada tahun 2017. Berbagai cerita dramatis, seakan membawa pembaca hanyut dalam realitas hidup yang dihadapi para WNI di sana.

Membaca buku ini, terlihat jelas Doktor Noor Huda Ismail, sebagai seorang ayah dari tiga orang anak, menaruh perhatian terhadap kisah-kisah anak dan remaja yang terjebak ISIS. Membayangkan bagaimana bila kejadian tersebut menimpa ketiga anaknya. Sehingga salah  satu alasan terbitnya buku ini, agar membuka mata masyarakat khususnya orang tua. Agar anak-anak kita tidak salah melangkah, dan kita sebagai orang tua juga jangan gegabah melibatkan anak dalam mengambil keputusan.

Pada awal buku, kita disajikan cerita mengenai Ramdan alias Abu Raffa, yang membawa anak laki-lakinya Raffa(5 tahun). Keberhasilan mereka mencapai Suriah dibawah hujan tembakan, ternyata malah membuatnya terpisah dengan Raffa. Peraturan tegas memisahkan laki-laki dewasa dengan anak-anak dan perempuan, serta fasilitas kamp yang sangat minim, membuat Ramdan menyesali keputusannya.

Berbeda lagi dengan Aleya, mahasiswi ini menggunakan alasan pergi ke Turki untuk mencari bahan skripsi kepada orang tuanya. Pada kenyataannya Aleya malah ikut bergabung dengan ISIS dan menikah sehingga melahirkan anak. Namun suaminya menghilang dan meninggalkan Aleya sendirian beserta anaknya di kamp pengungsian. Aleyya berharap bisa pulang kembali ke Indonesia.

Rata-rata alasan para WNI yang terjebak ISIS ini, memang ingin memperbaiki dirinya sebagai penganut agama Islam yang baik. Mereka dicecar dengan narasi jihad dan daulah islamiyah. Sehingga secara tidak sadar ‘membenarkan’ untuk bergabung bersama dalam membangun khilafah islamiyah.

Bagi yang sudah membaca buku Doktor Noor Huda Ismail sebelumnya, yaitu buku berjudul ‘Narasi yang Mematikan’, akan lebih memahami bagaimana ajakan berjihad itu bisa menyakinkan para WNI untuk hijrah ke Suriah. Radikalisme memang tidak dapat dicegah, namun penting untuk kita ketahui. Supaya ke depannya, tidak ada lagi anak-anak negeri  yang terbujuk rayu.

Baca juga : Buku Narasi Mematikan, Kekuatan Narasi Kunci Pemikat Dana

Namun ada juga WNI yang alasannya berbeda, seperti Febri Ramdani yang menjadi tokoh dalam film Road to Silience, pergi ke Suriah karena ingin bertemu dengan ibunya.

Peluncuran Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan Film Road to Silience

Acara yang diadakan pada hari Kamis, 27 Februari 2025, di Perpustakaan Nasional Jakarta dihadiri oleh banyak pihak. Dalam acara yang berlangsung, itu Doktor Noor Huda Ismail sebagai founder ruangngobrol.id menyampaikan peluncuran dua karya, yaitu buku berjudul ‘Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah dan film berjudul ‘Road to Silience’.

Kedua karya tersebut di-apresiasi oleh Komjen. Pol. Eddy Hartono., S.I.K.,M.H. (Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT RI) . BNPT RI berterima kasih karena sudah terbantu dalam penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai bahaya radikalisme dan terorisme.

Dalam wawancaranya dengan pihak Pers, Komjen. Pol. Eddy Hartono., S.I.K.,M.H. (Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT RI) menyatakan mengajak berbagai pihak terkait seperti Kementerian Sosial, Kementerian Agama, TNI, dan lainnya untuk menyelesaikan masalah ini bersama.

Ketua-BNPT-RI

Selain itu juga hadir sebagai narasumber yaitu Lies Marcoes, MA. (Pakar Gender, Konsultan, dan Peneliti), Dr. Leebarty Taskarina, S.Soc., M.Krim, Febri Ramdani, S.S. (Credible Voice di Film “Road to Resilience”), Penulis Buku “300 Hari di Bumi Syam”); dan Ridho Dwi Ristiyanto (Sutradara Film “Road to Resilience”).

Saya yang hadir sebagai peserta, merasa kita memang membutuhkan karya seperti ini. Agar ke depannya, semakin berkurang orang yang tertarik bergabung dengan ISIS, hanya karena tujuan ingin memperdalam agama. Padahal kenyataannya setelah bergabung, malah akan menderita dan ingin pulang kembali ke Indonesia.

Tertarik ingin mengetahui lebih banyak kisah para WNI yang terjebak ISIS di Suriah? Yuk baca buku ‘Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah’ karya Doktor Noor Huda Ismail.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *