|

Race For Water, Berlayar Untuk Dedikasi Pada Laut

Dulu rumah keluarga dibangun di atas tanah bekas tempat sampah. Kebayang kan seperti apa pekarangan saya? Banyak tanah yang bercampur dengan sampah plastik. Belum lagi masih kecium bau busuk dari pekarangan yang bikin mual.

Memang sih tanahnya sudah dibersihkan, tapi tetap ada potongan plastik dan pecahan botol plastik di permukaan. Dan membutuhkan waktu lama untuk membersihkan pekarangan dari timbunan sampah. Semakin digali, sampah plastiknya semakin banyak. Nggak seperti limbah rumah tangga yang gampang terurai, plastik bertahun-tahun nggak bakal hancur.

Belum lagi kalau ada yang nanya rumah saya dimana, pas dijawab, pasti langsung tahu itu bekas tempat sampah. Memang puluhan tahun, tanahnya kosong, sehingga menjadi tempat buang sampah ilegal oleh masyarakat sekitar. Rasanya dulu malu banget, dibilang tinggal di rumah bekas tempat sampah.

Saat Laut Menjadi Tempat Sampah

Sekarang ternyata sampah dibuang tidak hanya ke tanah, tapi juga ke laut. WADUH. Belum lagi berbagai sampah yang dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Permukaan laut pun dipenuhi dengan sampah plastik yang tergenang. Laut biru yang bersih dan kita banggakan, sekarang ternyata tercemari dengan sampah plastik. Sedih huhu..

Laut menjadi tempat sampah yang sangat luas. Dan plastik bisa tertimbun sampai laut paling dalam. Saya tidak bisa membayangkan laut kita yang indah dipenuhi sampah. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan, dengan lebih banyak laut dibandingkan daratan. Kebayang kan kalau dibiarkan terus-terusan. Bisa-bisa laut kita bisa penuh dengan sampah plastik. Sedihnya.

Ikan Mengandung Plastik Karena Memakan Sampah

Dan yang paling menyedihkan sampah plastik yang tidak bisa terurai, lalu dimakan oleh berbagai organisme laut seperti ikan. Ikan lalu banyak yang mengandung plastik, ditangkap nelayan dan dimakan oleh kita di meja makan.

Apakah ikan itu membuat sehat dan pintar, atau malah membuat kita teracuni dengan plastik? Jadi seram membayangkannya, saya dan keluarga mengonsumsi ikan tersebut. Ya makan ikan supaya sehat dan pintar. Apakah tubuh kami sekarang mengandung plastik juga? Oh Tidaakk.. Masalah sampah plastik ini memang menjadi dilema. Bagaimana caranya membersihkan laut dari sampah plastik? Padahal plastik sudah mengalir sedemikian jauh dari daratan, sehingga tidak jelas bermuara kemana.

Kapal Odyssey Race For Water

Ada yang pernah mendengar Kapal Odyssesy Race For Water? Teman saya yang di Perancis mengatakan tahun lalu sempat berkunjung ke dalam kapal. Dan beruntung saya bersama Coaction, mendapatkan undangan berkunjung ke Kapal Odyssey Race For Water yang sedang berlabuh di Marina Beach, Ancol. Setelah sebelumnya berlabuh di pulau Bali.

Saya sempat mengira Kapal Odyssey ini kapal besar kurang lebih seperti kapal Feri. Ternyata kapal ini tidak begitu besar, mirip kapal-kapal dalam film Barat. Norak ya, haha.. Saat naik kapal, sempat takjub sama dalamnya, yang  cukup luas. Dan kita langsung ketemu dengan Camille Rolin, Act Project Manager Race For Water dan tim Race For Water yang menjelaskan tentang Yayasan Race For Water, yang fokus pada masalah plastik di laut.

Kapal Odyssey Race For Water
Camilie Rolin, Act Project Manager

Dengan berlayar sejak tahun 2017 sampai 2021, Race For Water akan mengarungi lautan dunia. Mereka mempelajari dampak plastik di laut yang membahayakan. Berusaha mencari solusi untuk daur ulang sampah, sesuai dengan budaya dan kultur setiap negara.

Kunjungan Kapal Odyssey di Indonesia

Kunjungan Kapal Odyssey ini memang sangat dibutuhkan oleh kita. Karena saat ini Indonesia dikenal sebagai peringkat kedua di dunia, yang menyumbangkan sampah plastik ke laut. Belum lagi adanya berita mengenai sampah impor dari luar negeri, yang semakin memperburuk penanganan sampah di Indonesia. Nggak kebayang kan Indonesia, terutama lautnya penuh dengan sampah? Duh.

Menurut mereka memang kita tidak bisa membersihkan sampah di laut, tapi bisa mengurangi pengurangan plastik di darat. Dan ini menjadi tugas bersama setiap orang, dimulai dari tingkat rumah tangga yang banyak menghasilkan sampah plastik setiap hari. Apalagi di negara maju, orang bisa menghasilkan sampah plastik 5-6 kali lebih banyak. Dan ini diperparah dengan banyaknya orang mengira sampah organik itu lebih berbahaya dibandingkan sampah plastik. Karena memang sampah organik itu berbau busuk, tidak seperti plastik yang tidak berbau.

Ruang kemudi kapal Odyssey
Ruang kemudi kapal

Di Indonesia, mereka sempat kaget dengan fenomena timbunan sampah menggunung di Pasuruan. Sehingga berhenti cukup lama untuk mempertimbangkan program penanganan sampah di sana. Penumpukan sampah di Pasuruan dilema yang dihadapi, dengan terbatasnya teknologi daur ulang dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang sampah. Sampai-sampai tahu yang diproduksi industri tahu disana berbau pembakaran sampah plastik, begitu menyedihkan.

Solusi Untuk Menanggulangi Sampah Plastik

Menyingkapi sampah plastik yang diimpor dari luar negeri, menurut Camille, karena biaya daur ulang di negeri asal lebih mahal dibandingkan ekspor sampah. Karena itu sampah plastik di Indonesia semakin melimpah, walau ada beberapa kontainer sampah yang akhirnya dikirim ulang ke negara asal.

Race For Water berlayar mengarungi lautan untuk memberikan solusi mengubah sampah plastik menjadi listrik. Asyik nih kalau terwujud di Indonesia, biaya bayar listrik jadi murah malah bisa gratis ya. Namun teknologi pirolisis suhu tinggi yang dikembangkan untuk mengubah sampah menjadi listrik, sedang didiskusikan. Dan sedang dilakukan studi tentang tipologi plastik, mesin yang akan digunakan dan sebagainya.

Diharapkan sih ke depannya, dengan mengubah plastik menjadi listrik bisa untuk membayar para pemulung dan mengurangi biaya pembuangan limbah. Di Jerman pun, sudah berlaku sistem seperti Bank Sampah di sini. Dimana setiap orang yang menyerahkan sampah plastik dan mendapatkan uang. Jadi sampah plastik bisa bernilai uang, keren yaa.

Selain itu Camille juga menekankan pentingnya mengurangi penggunaan plastik di darat. Karena itu dibutuhkan kesadaran semua belah pihak. Saya mengutarakan pendapat kalau di Indonesia, orang bertindak karena ada teladan seperti publik figur. Begitu juga dengan aksi menyadarkan masyarakat mengurangi plastik, bisa dilakukan dengan mikro influencer seperti blogger dan makro influencer seperti seleb dan artis.

Kapal Odyssey Menggunakan Energi Alternatif

Berkeliling melihat-lihat Kapal Odyssey bersama Tim Race For Water jadi mengetahui energi yang digunakan untuk berlayar. Ternyata Kapal ini menggunakan energi Air, Angin dan Matahari. Dengan memadukan ketiga energi tersebut, kapal tidak turut serta mencemari laut dengan menggunakan solar.

Sewaktu di atas Kapal, kami berdiri di dekat mesin yang mengubah air menjadi hidrogen dan panel surya. Dan di atas kami ada tiang untuk mendirikan semacam layangan. Dalam video yang menayangkan seperti apa layangan itu. Terlihat layangan besar menangkap angin sehingga kapal berlayar. Dengan menggunakan ketiga energi ini, Kapal tidak pernah kekurangan energi untuk berlayar.

Panel Surya Kapal Odyssey Race For Water
Berpose di depan panel surya

Memang dalam prakteknya, semua kapal dapat menggunakan angin begitupun kapal cargo. Apalagi saat harga minyak dunia menjulang tinggi. Tapi sejak minyak dunia turun harganya, metode layangan ini ditinggalkan oleh semua kapal. Memang sih, kadang orang hanya peduli pada uang, bukan pada energi alternatif yang bisa dipakai.

Apakah gampang membuat layangan untuk kapal? Seperti main layangan anak-anak? Jawabannya tidak. Kalau segampang itu enak ya, tinggal menaruh layangan di setiap kapal. Karena itu untuk layangannya, Kapal Odyssey mencari pakar teknologi layangan dan jatuh pada Kite Shields, sebuah perusahaan di Jerman. Sehingga layangan bisa mengembang dan menyempit saat menggunakan angin.

Berkunjung Dan Membeli Merchandise

Lalu siapa aja sih yang bisa berkunjung ke dalam Kapal? Apa bisa semua orang? Sayangnya nggak, karena yang bisa masuk ke dalam kapal hanyalah undangan. Terbatasnya kru dan ruangan kapal yang tidak begitu besar, membuat Tim Race For Water hanya mengundang pihak-pihak tertentu yang berkepentingan untuk meng-kampanyekan pengurangan sampah plastik.

Padahal di kapal Odyssey ada lho, berbagai macam merchandise seperti kaus dan topi. Yang bisa dibeli oleh setiap pengunjung. Sebenarnya saya tertarik untuk memilikinya, tapi harga merchandise itu lumayan mahal buat kantung saya, sehingga hanya bisa menatapnya saja, wkwkw.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *