Pagi-pagi setelah menerjang hujan dan kemacetan ibukota, saya sampai di gedung Cyber 2 Tower yang berlokasi di Kuningan. Tidak kebayang setiap pagi akan menghadapi situasi seperti ini, bila masih menjadi orang kantoran. Untunglah sekarang saya menjadi blogger dan freelancer writer, jadi tidak harus nyetor muka ke kantor. Sampai di kantor Exabytes, ternyata seminar ‘Social Strategy for Your Business Enhancement’ baru dimulai. Alhamdulillah.
Pembicaranya, Fairuza Ahmad Iqbal, selaku Account Director dari Rise Indonesia (Mullen Lowe Group), sedang membahas tentang fenomena facebook yang mengerikan. Mengapa demikian? Karena zaman sekarang banyak orang menggunakan facebook, untuk memposting kehidupan pribadi.
Selain itu menurut Fairuza, terdapat banyak mitos di media sosial, yaitu:
- Media sosial itu murah
- Menaruh sisi pribadi di media sosial, memberikan orang akses untuk melihat dengan gratis
- Brand membayar murah, tapi tetap saja mau beritanya viral
- Media sosial untuk semua orang
- Jangan dianggap serius, tidak akan ada yang mengingat bila kita menghapus komentar negatif
- Media sosial itu mudah
- Media sosial itu keras
- Media sosial merupakan percakapan secara online
- Media sosial merubah dunia
Padahal tidak semua mitos itu benar, seperti Brand yang mau agar berita tentang produknya viral. Tapi untuk membuat berita menjadi viral tidak semudah yang dikira. Tidak ada rumusan pasti untuk menjadi viral. Mungkin untuk membuat #trendingtopik dalam sehari, bisa dilakukan dengan membayar influencer, untuk memposting di sosial media, tapi besok langsung tergantikan dengan trending topik lainnya.
Yang terpenting dalam menulis artikel atau memposting di sosial media ialah konten. Content is a king. Bila kita dapat menulis artikel yang reliable, seolah-olah nyata, bisa membuat orang lain terpengaruh. Reviewer sekarang dicari oleh Brand karena dianggap dapat mempengaruhi orang untuk membeli produknya. #mediasosialmempengaruhiorang
Saat ini facebook menduduki peringkat pertama di media sosial, diikuti oleh whatsapp, twitter, messenger, google plus dan lain-lain. Memang facebook tidak tergantikan, dari sejak kemunculan pertamanya sampai sekarang. #facebooknomor1
Lalu bagaimana cara media sosial mempengaruhi orang? Dari satu orang memposting di media sosial seperti facebook, twitter, youtube dan instagram, maka itu akan mempengaruhi kurang lebih 32 orang. Lalu dari 32 orang itu akan bertambah, bertambah, dan seterusnya. Ini menjawab pertanyaan, kenapa sekarang Brand banyak mencari influencer untuk memposting produknya di media sosial, karena bisa mempengaruhi banyak orang #influencerpengaruhibanyakorang
Saat ini Media Sosial dan Search Google menjadi urutan pertama dan kedua, yang digunakan orang dalam mencari berita dan data. Sedangkan Televisi dan Surat kabar berada di urutan ketiga dan keempat. Maka wajar bila Brand lebih memilih Media Sosial untuk beriklan karena efisien dan efektif, dibandingkan televisi dan surat kabar yang cost iklannya lebih mahal.
Media sosial itu praktis #tidakribet. Semua orang bisa mempelajarinya dan juga langsung ke konsumen. Alasan banyak brand yang menaruh perhatian di sosial media karena sosial media memperpendek jarak komunikasi. Perusahaan juga lebih mengenal brand lewat sosial media, “Orang ngomongin apa tentang brand saya?”
Sebagai konsumen yang pernah menghubungi call center, saya merasa malas kalau harus mendengarkan nada tunggu setiap menelpon call center. Belum lagi pulsa yang terbuang bila call center tidak bebas pulsa. Ditambah lagi banyak aturan, tekan 1 untuk bahasa Indonesia, tekan 2 untuk bahasa Inggris. Haduuh… Nah, lewat fanpage, konsumen bisa bertanya langsung ke Brand, seputar hal tentang produk. Dan ternyata lewat media sosial, pertanyaan konsumen bisa meningkat 85 persen. #nggakpakecallcenter
Dan bila Brand merespon permintaan konsumen di media sosial, maka konsumen tersebut akan meningkatkan pembelanjaan sebesar 20-40 % dengan produk Brand.
Untuk influencer, sekarang ada kecenderungan brand lebih memilih long term, jadi memilih beberapa influencer untuk setia pada brand tertentu. Setahu saya, hal ini sudah dilakukan oleh susu SGM. Kalau Brand tidak memilih influencer setianya, maka tidak ada jaminan influencer akan setia pada Brand. Misalnya influencer hari ini memposting tentang Brand A, besok bisa jadi memposting brand B, walaupun produk brand A dan brand B sejenis.
Lalu bagaimana dengan kasus di twitter yang sempat heboh, karena ada influencer yang menjelekkan Brand tertentu untuk menaikkan Brand lain. Menurut Fairuza, kadang perusahaan melakukan black campaign dengan menghalalkan segala cara. Dan itu sah-sah saja di dunia media sosial.