Desa Tabek Talang Babungo Selaras Dengan Alam Mendatangkan Rejeki

Dua orang laki-laki berpakaian baju adat hitam saling menyerang dengan menggunakan alat kurambik, sejenis pisau berbentuk cakar harimau. Diiringi musik, mereka menunjukkan kelihaian mengeluarkan jurus-jurus kurambit, dengan menggunakan kaki dan tangan.

Silek. Seni bela diri tradisional silek kurambik atau silat kurambik, merupakan salah satu aliran silek turun menurun di Minangkabau, Sumatera Barat. Sekarang silek kurambik tidak hanya digunakan untuk membela diri, tapi juga sebagai seni pertunjukan.

Contohnya di desa wisata Tabek Talang Babungo, Solok, silek kurambik ditampilkan untuk penyambutan pengunjung. Uniknya para pengunjung tidak hanya menjadi penonton, tapi juga bisa belajar bersama para ahli silek. Ini yang menjadi salah satu kelebihan desa Tabek Talang Babungo sebagai desa wisata. Silek sebagai salah satu identitas bangsa, memang wajib dilestarikan.

Tidak hanya silek kurambik, kearifan lokal lainnya seperti manundo kilangan tabu, manumbuak amping, manyadok niro, dan sebagainya menjadi daya tarik wisata desa.

Desa yang terletak di kecamatan HIliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat ini, terletak di kawasan Bukit Barisan dengan ketinggian 1.141 mdpl. Pemandangan indah bunga dimana-mana, bahkan di sepanjang jalan dan rumah-rumah warga. Untuk penghasilan utama, warga bertanam tebu, aren dan menjadi petani.

Desa Tabek Talang Babungo, Berbenah Menuju Kemandirian Ekonomi

Panduduknya nan elok. Nan suko bagotong-royong. Sakik sanang samo-samo diraso. Den takana jo kampuang (lirik lagu daerah ‘Kampuang Nan Jauh Di Mato’)

Bulan Januari lalu saya pulang kampung Ke Sumatera Barat. Membayangkan keindahan dan keaslian kampung setelah hampir lebih dari 20 tahun. Saya begitu gembira teringat dengan suasana kampung dahulu yang penuh dengan keunikan. Perasaan menggebu-gebu yang tidak bisa terlukiskan. Sayang saat melalui jalanan dimana dulu berjejer sawah dan rumah gadang, sekarang berubah drastis. Sawah berubah menjadi toko. Rumah gadang berubah menjadi rumah modern. Cafe-cafe mulai bermunculan tidak beraturan di beberapa tempat.

Seperti inikah rasanya bila desa mendapatkan sentuhan modern?

Namun hal ini tidak berlaku bagi desa wisata Tabek Talang Babungo, yang tetap menjaga keasrian lingkungannya. Walaupun sudah dibangun kembali sejak kebakaran tahun 2015, yang menghanguskan 27 rumah warga. Sejak turun tangan PT. Astra pada akhir 2015, bersama para warga membangun desa wisata. Sekarang para warga sadar untuk saling menjaga kebersihan dan bergotong royong. Bila ada sampah di jalan, warga dengan sadar menyapu, tanpa diminta, sehingga desa menjadi bersih.

Tidak sekedar desa biasa, para pengunjung yang hadir bisa menikmati berbagai paket wisata tradisional yang ditawarkan. Kerinduan akan nagari Minangkabau yang sesungguhnya bisa terobati dengan berkunjung ke desa Tabek Talang Babungo.

Sumber : Akun Instagram kba_tabek_talangbabungo

Berbagai Paket Wisata Yang Bisa Dinikmati Pengunjung

Manundo Kilangan Tabu

Tabu alias tebu dulu diolah dengan cara tradisional di desa Tabek Talang Babungo. Kegiatan masyarakat zaman dahulu untuk membuat gula merah. Ada kayu besar ditaruh melintang dan didorong di sisi kanan dan sisi kiri membuat putaran. Bisa menggunakan tenaga manusia atau kerbau untuk memutar kayu.

Di desa Tabek Talang Babungo, pengolahan tebu sudah menggunakan mesin. Namun para pengunjung dapat merasakan sendiri cara pembuatan tradisional dengan ikut mendorong kayu.

Manumbuak Amping

Wajan diletakkan di atas batako yang disusun menjadi kompor. Di bawahnya tumpukan kayu dibakar untuk sangrai gabah. Selanjutnya gabah dijadikan makanan ringan untuk camilan tradisional dengan cara ditumbuk menggunakan kayu panjang. Proses pengolahan yang sangat sederhana, ini berlangsung pada masa lalu. 

Manyadok Niro

Proses pengambilan nira untuk dijadikan gula aren atau gula semut. Cara ini agak kompleks dengan menggunakan bambu sebagai tangga. Bambu panjang besar diberikan pijakan-pijakan untuk menaiki pohon nira. Lalu kulit pohon nira dipotong agar air nira mengalir ke tabung bambu. Pengambilannya dilakukan pada pagi hari atau sore hari.

Rumah Pintar

Tidak hanya anak muda yang harus pintar, namun orang tua juga, terutama mereka yang belum mengenyam pendidikan formal. Usia berapapun bisa pintar asalkan mau belajar terus.

Pendirian rumah pintar mengakomodasi warga dalam mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru berupa penyuluhan, sosialisasi, pelatihan dan lain-lain. Di sini warga berkumpul untuk mendapatkan edukasi tentang berbagai hal dari kesehatan, pendidikan, lingkungan, adat istiadat, dan budaya.

Sumber : Akun Instagram kba_tabek_talangbabungo

Pendirian Pabrik Tebu

Saat dulu, pengolahan tebu masih sangat terbatas dengan cara tradisional. Belum lagi karena harga air nira yang bisa naik karena diolah menjadi gula semut, untuk permintaan hotel dan restoran. Bukan sekedar gula merah biasa yang harga jualnya rendah.

Pembuatan pabrik ini membuat para warga semangat untuk mengurus pohon-pohon aren yang tumbuh di lahannya. Biasanya pohon aren ini kurang terawat, sekarang warga menjadi semangat untuk mengambil air niranya. Bila dalam sehari dipanen 15 liter air nira, dengan harga jual Rp. 30.000,- per liter. Berarti warga mendapatkan Rp. 450.000,- sekali panen. Sehingga menjadi tambahan penghasilan bagi warga.

Sumber : Akun Instagram kba_tabek_talangbabungo

Homestay

Warga pun mendirikan homestay untuk para pengunjung. Homestay dengan harga yang terjangkau dan dilengkapi fasilitas penginapan seperti toilet dan kamar yang bersih. Biasanya dikunjungi oleh para wisatawan dan mahasiswa yang KKN.

Miskin Bukan Berarti Menyerah

Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab orang merantau. Dalam adat Minang, tradisi laki-laki dewasa pergi merantau ke negeri orang sudah terjadi turun temurun. Begitu pun Kasri, salah satu warga yang didaulat menjadi Ketua Kampung Berseri Astra(KBA) Tabek Talang Bungo, sempat merantau ke negeri Malaysia untuk mencari uang. Pada akhirnya dia kembali dan membangun desa. 

Desa Tabek Talang Babungo merupakan desa yang masih alami alamnya. Namun dulu kemiskinan membelenggu warga lebih dari seabad. Sulitnya akses untuk keluar masuk desa, menjadi masalah utama warga untuk menjual hasil panen di luar desa. Bahkan orang luar pun enggan untuk datang berkunjung. Jalan akses penghubung belum diaspal, masih sempit dan susah dilalui. Akibatnya warga bergantung kepada pengumpul yang datang membeli. Hasil panen pun harus ikhlas dijual dengan harga rendah.

Sejak berubah menjadi Kampung Berseri Astra(KBA) Tabek Talang Bungo pada akhir 2015, berbagai upaya diusahakan. Namun pada awalnya penolakan terjadi, hanya Kasri Satra pantang menyerah. Bersama dua orang temannya, terus memberikan pemahaman kepada para warga.

Menurut Kasri, empat pilar dilaksanakan yaitu dengan bidang pendidikan, kesehatan, kewirausahaan dan lingkungan. Dalam pendidikan difokuskan pada pembinaan (Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Muallim dan Tk Al Makmur. Kesehatan difokuskan pada Posyandu Kecubung. Dan kewirausahaan, difokuskan pada pembelian mesin kilang penyuling tebu menjadi gula semut.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *