Kampung Jahit Membantu Para Ibu Meraup Upah Jutaan Rupiah, Di Sela Kesibukan Sebagai Ibu Rumah Tangga

Tujuan seseorang mendirikan bisnis biasanya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun berbeda dengan Elsa Maharrani,  seorang sarjana Kesehatan Masyarakat lulusan Universitas Andalas Padang, kelahiran tahun 1990. Ia mendirikan brand Maharrani Hijab,  produk fashion muslim dari Padang karena ingin memberdayakan warga di kampungnya, terutama para ibu rumah tangga.

Konsep kampung jahit yang digagasnya, berhasil membuat para ibu rumah tangga mendapatkan penghasilan mencapai jutaan rupiah sebulan. Berkat konsep kampung jahitnya, Elsa Maharrani berhasil meraih penghargaan Apresiasi Satu Indonesia Award pada tahun 2020.

Sebagai mitra penjahit Maharrani Hijab, para ibu ini bisa menjahit dari rumah, di sela kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Tergantung seberapa banyak helai baju yang dijahit per hari.

Bermodal pengalaman menekuni bisnis pakaian muslim sejak tahun 2016. Elsa menjadi  reseller beberapa brand pakaian ternama, yang kemudian naik level distributor. Bermula dari uang 3 juta rupiah, Elsa mengambil pakaian-pakaian tersebut dari Jakarta lalu dijual di Padang. Selain itu, ia juga menjual barang-barang impor dari China.

Rasa bersalah Elsa muncul, setelah mengetahui GDP(Gross Domestic Product) Sumatera Barat yang rendah.

Selama ini produk-produk di Sumatera Barat kebanyakan didatangkan dari luar, seperti pakaian yang didatangkan dari Jawa dan barang impor lainnya. Sedangkan Sumatera Barat hanya menjual keluar, beras dan bahan pangan.

Ia pun terbersit keinginan menjual produk asli Sumatera Barat, yaitu pakaian. Sayangnya di Sumatera Barat itu tidak ada konveksi seperti di Jawa. Sehingga terpikirkan untuk membuat sociopreneur, untuk membantu perekonomian warga sekitar. Selain itu permasalahan perekonomian menengah ke bawah dan kasus narkoba di kampungnya juga sangat tinggi.

Berkat dorongan suaminya, Elsa pun membuat brand pakaian muslim sendiri pada akhir tahun 2018, dan meluncurkan brand Maharrani Hijab pada tahun 2019, dengan memberdayakan para ibu di kampungnya. Apalagi banyak para ibu ini mempunyai ketrampilan menjahit, walau masih tingkat rendah.

Produksi baju gamis pun dimulai akhir tahun 2018 dan diluncurkan pada tahun 2019. Elsa lebih memilih menjahit baju gamis di Padang, dengan biaya produksi sekitar Rp. 45.000 per helai. Padahal lebih murah menjahit baju gamis di Bandung, biaya produksi hanya sekitar Rp. 30.000 – 35.000 per helai. Bagi seorang pengusaha, selisih biayanya cukup besar. Namun tekad Elsa memberdayakan warga sekitar dengan kampung jahit tidak tergoyahkan.

Sumber : youtube ISEF, Elsa Maharani Bangun Brand Lewat Pemberdayaan Kampung Jahit Maharrani Office

Kampung Jahit, Membangun Kemitraan Dengan Sistem

Elsa ingin membuat bisnis yang berdampak bagi warga sekitar. Tidak hanya dirinya yang mendapatkan keuntungan tapi juga orang lain.

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’, No. 3289)

Dengan keyakinan pada hadist tersebut, muncullah konsep pemberdayaan kampung jahit, ia yakin bisa menebarkan manfaat bagi para ibu rumah tangga. Walau memulai sociopreneur bukanlah hal mudah. Tipikal orang Sumatera Barat, yang malas bekerja sama orang lain. Membuat Elsa berusaha membangun sistem bisnis dengan baik.

Elsa menerapkan sistem bekerja dari hati ke hati. Saat para ibu datang melamar sebagai mitra, ia menyakinkan kalau mereka mau membantu si ibu.

Pendekatan sosial pun dilakukan dengan memberikan bantuan beras dan bahan pangan saat pandemi, dari keuntungan yang disisihkan. Tidak hanya itu, masalah upah pun menjadi salah satu kendala.

Bila ada ibu yang melakukan kesalahan dalam menjahit, akan diajarkan agar sesuai dengan standar Maharrani Hijab. Para ibu ini menjadi belajar menjahit yang berkualitas. Sedangkan bila mendapatkan orderan jahit dari orang lain, bila melakukan kesalahan tidak akan dipakai lagi.

Sumber : youtube ISEF, Elsa Maharani Bangun Brand Lewat Pemberdayaan Kampung Jahit Maharrani Office

Sistem Kerja Kampung Jahit

Elsa berkeinginan kampung jahit ini tumbuh berkembang, dan tetap ada walau dirinya tidak ada. Dari awal memulai Maharrani Hijab, ia sudah melibatkan para ibu di sekitar rumahnya untuk menjadi mitra jahit. Sehingga warga tidak perlu membeli baju dari luar Sumatera Barat, terutama Jawa.

Tantangannya setelah konsep kampung jahit berjalan, yaitu membangun dan membina para ibu yang ada di kampung jahit, karena latar belakangnya bukan penjahit semua.

Elsa mengaku di awal memulai, serabutan cara kerjanya. Terima satu, dua, tiga ibu lalu produksi dan asal selesai. Tapi setelah tim banyak, mulailah dibangun sistem SOP seperti tanda tangan kontrak kerja dan bagi hasil. Lalu dibentuk tim pemasaran, tim produksi, dan fashion designer.

 

Alur Menerima Mitra Penjahit

Saat menerima mitra penjahit pada awalnya diberikan kontrak kerja. Lalu jahitannya diarahkan harus standar pabrikan, dengan dua kali quality control. Elsa juga sering mengadakan FGD dengan penjahit. Sekali dalam sebulan ada pertemuan dengan mitra penjahit. Selain mendapatkan kajian agama, Elsa juga menjelaskan tentang cara menjahit yang benar, target yang ingin dicapai Maharrani Hijab, bagaimana posisi bisnis Maharrani saat ini, mau kemana Maharrani.

Bila ada mitra penjahit yang ‘ngeyel’ tidak mau diatur, biasanya akan keluar sendiri. Karena walau bekerja di rumah tetap ada peraturan yang harus dipatuhi.

Sumber : youtube ISEF, Elsa Maharani Bangun Brand Lewat Pemberdayaan Kampung Jahit Maharrani Office

Tagline “Berbisnis Dari Rumah”

Berdasarkan tagline “Berbisnis Dari Rumah”, Elsa mengajarkan para ibu dari pemotongan, menjahit, sampai pemasaran dari rumah. Sehingga Maharrani Hijab berkembang, dan sudah banyak agen pemasaran di dalam dan luar negeri.

Biasanya para ibu ini mendapatkan upah tinggi sekitar Rp. 100.000 – 125. 000 per helai baju. Namun proses pengerjaan dari awal sampai akhir yaitu memilih kain, membuat pola, menggunting dan menjahit. Dan setelah itu belum tentu mendapatkan orderan menjahit lagi.

Bermitra dengan Maharrani Hijab para ibu ini hanya mendapatkan Rp. 25.000 per helai baju. Hanya menjahitnya lebih mudah, karena tinggal menjahit saja. Upah pun lancar diterima, dan pekerjaan berkelanjutan. Semakin banyak baju yang dijahit, semakin banyak upah yang diterima. Dalam sebulan penghasilan mitra penjahit, bisa mencapai 2-4 juta rupiah.

Dari satu ibu, dua ibu sampai akhirnya puluhan ibu bergabung menjadi mitra Maharrani Hijab. Selain perempuan, Elsa juga menerima para laki-laki penjahit yang terkena imbas pandemi. Pekerja pun tidak sebatas penjahit saja, tapi juga tukang setrika, pembuat pola dan tukang potong.

“Selama saya bekerja di Maharani saya mendapatkan manfaat yang besar, untuk menambah kekurangan, untuk belanja anak dan biaya anak sekolah.”(Ida, penjahit Maharrani)

“Maharrani Hijab sangat menolong memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama biaya pendidikan anak saya.” (Nuraini, tim setrika Maharrani)

Saat ini sudah ada 74 penjahit tergabung di kampung jahit, 60 persen di Maharrani adalah perempuan dan perempuan difabel. Agen dan reseller dari Aceh sampai Papua, dan juga keluar negeri. Produknya sudah ada di salah satu mall terbesar di Malaysia.

Maharrani Hijab juga berkembang memproduksi dress, gamis, tunik, pasmina, mukena dan sarimbit keluarga. Dengan konsep kampung jahit tetap terjamin kualitas jahitan rapi dan cuttingan baju yang nyaman. Alhamdulillah sebulan kapasitas produksi 3.000-5.000 helai.

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *