Menemukan Model Bisnis Baru Lewat Ekonomi Digital
Munculnya virus Corona berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, juga Indonesia. Terutama pada industri pariwisata yang sangat terasa efeknya.
Dari maskapai penerbangan, tempat wisata, kuliner, dan sebagainya. Sangat merasakan dampak dari virus corona. Bahkan kakakku batal ke Korea Selatan pada akhir Februari 2020 kemarin karena semakin banyaknya suspect Corona di sana. Bahkan KBRI di Korea Selatan juga tutup karena virus Corona. Bisa dibayangkan betapa Corono memukul industri pariwisata di Korea Selatan?
Dan sekarang sejak diumumkan dua orang positif Corona di Indonesia oleh presiden Jokowi, yang terus bertambah sampai terakhir pada tanggal 11 Maret 2020, sudah sekitar 34 orang yang positif Corona. Diperkirakan angkanya bisa terus bertambah, sampai wabah Corona selesai.

Pastinya kita cemas juga dengan perekonomian Indonesia, dan lambat laun pasti akan melambatkan pertumbuhan ekonomi. Sedih ya. Sebenarnya Indonesia dulu pernah juga sih mengalami krisis moneter pada tahun 1998. Saat itu saya sedang SMU kelas 2. Kerasa banget sih, harus makan ikan teri terus.
Akankah Indonesia bisa melalui dampak ekonomi dari virus Corona ini, dengan menemukan model bisnis yang tepat di era digital?
Dalam menyikapi hal tersebut, Tempo Media Grup menyelenggarakan ‘The New Finding Business Models’ pada hari, Rabu 11 Maret 2020, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat
Daftar Isi
Opening Speech
Perry Warjiyo, Gubernur BI
Nah pada saat menghadiri The New Finding Business Models yang digelar oleh Tempo Media Group pada hari, Rabu 11 Maret 2020, di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat. Gubernur Perry Warjiyo menunjukkan keoptimisan bangsa ini, yang akan survive menghadapi dampak ekonomi dari penyebaran virus Corona. Terutama UMKM yang sudah menunjukkan kekuatan dan ketahanannya pada saat krisis moneter tahun 1998.
Kebetulan saya yang tinggal di kawasan pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur, memang menyaksikan sendiri para pedagang terus bertahan saat tahun 1998. Kegiatan jual beli berjalan seperti biasa, walaupun ibu-ibu banyak berhemat dalam belanja.
Perry yang menaruh harapan pada 93,4 juta UMKM berharap ekonomi digital bisa menjadi solusi untuk para UMKM, tidak hanya bertahan tapi juga malah melesat. Banyak juga UMKM yang belum tergarap dengan maksimal. Dan masih mengandalkan penjualan offline dengan pembayaran uang tunai, padahal pangsa pasar di Indonesia sangat luas. Dan sekarang mulai ngetrend generasi cashless yang mulai merambah ke UMKM.
Terbukti sih saat saya mencari buah lengkeng yang biasanya diimpor dari China, sekarang membeli buah duku, buah lokal. Sayangnya memang penjual buah di pasar, tidak menggunakan sistim jual online, sehingga hanya yang datang ke pasar baru bisa membeli buahnya.
Orbitin, Jimmy Muhammad Gani
Start Up. Bisnis model ini yang berkembang sangat pesat dengan penggeraknya kaum millennial. Dengan berbagai pemikiran inovatif dan kreatif, Start up menjadi sangat digandrungi anak muda. Jimmy Gani, CEO dan Founder Orbitin menjelaskan bahwa Orbitin menjadi solusi UMKM untuk berkembang.
Lalu sebenarnya seperti apa sih Orbitin untuk UMKM? Jimmy Gani menjabarkan peran Orbitin sebagai berikut:
- Inkubator, alternatif yang membantu perusahaan rintisan.
- Akselator, yang mampu mendongkrak kapasitas individu dan organisasi dalam bentuk platform digital.
- Lokapasar (marketplace), yang menghubungkan penyedia jasa dengan konsumen yang membutuhkan peningkatan kapasitas individu dan organisasi.
Setelah mendengar penjelasan Jimmy Gani, saya berpikir seharusnya Orbitin dari dulu sudah ada. Saya pernah membuat catering, tapi babak belur. Walaupun lulusan manajemen, tapi dunia usaha tidak seindah yang dilukiskan di bangku kuliah. UMKM intinya memang memerlukan sparring partner.
Masih jarang UMKM yang bisa melesat go national dan international, bila dibiarkan jalan sendiri. Ada saatnya UMKM babak belur, dan hanya bisa memilih bertahan daripada usahanya bubar. Dengan adanya Orbitin yang akan mempertemukan UMKM dengan sparring partner.
Orbitin sebagai digital platform provider dan user merupakan :
- Meeting point berbagai bidang usaha seperti kuliner, fesyen, kriya dan hobi. Serta tempat display produk
- Tempat display produk lokal unggulan
- Ekosistem on demand services yang membantu UMKM mencapai Orbit
Penasaran dengan Orbitin? Tinggal buka media sosialnya di instagram @orbitin_id.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatdmojo
Sejak kaum millennial merambah ke BUMN, saya melihat BUMN sekarang memang kreatif. Dan inovasi bisnisnya juga melejit. Contohnya LinkAja, yang walaupun agak telat sedikit hadir di masyarakat, tapi sekarang sudah banyak penggunanya.

Kartika menjelaskan saat ini sudah 70 persen karyawan BUMN merupakan kaum millennial, yang berpikir kreatif dan global. Dimana ada lima prioritas BUMN untuk mendukung transformasi ekonomi Indonesia, yaitu :
- Nilai ekonomi dan soisal untuk Indonesia
- Inovasi model bisnis
- Kepemimpinan Teknologi
- Peningkatan Investasi
- Pengembangan Talenta
LinkAja
Tidak disangka sejak didirikan tahun 2019, saat ini sudah ada lebih dari 6 juta pengguna LinkAja yang aktif. Walaupun memang diakui agak telat sedikit munculnya oleh Kartika, tapi LinkAja terus melebarkan sayapnya, menuju target 170 juta basis konsumen. Pastinya LinkAja ini dperkuat dengan jaringan distribusi BUMN keuangan yang ada.
Saya pernah membeli kopi dan baju menggunakan QRIS, dan LinkAja menjadi salah satu pilihan dalam membayar, di antara beraneka ragam e-wallet yang ada. LinkAja menjadi salah pendongkrak gaya hidup cashless
BRI LINK
Di dekat rumah saya saja, ada dua agen BRI Link. Dan transaksi setiap harinya kelihatan lumayan. Saya pernah membayar listrik melalui BRI Link, sehingga tidak perlu repot datang langsung ke ATM. Dan banyak juga masyarakat sekitar rumah yang menyetorkan uang ke agen BRI Link, untuk ditransfer ke rekening bank lain, menyetor uang ke rekening BRI, dan berbagai aktivitas keuangan lainnya.
Pegadaian
Biasanya sih dulu orang hanya tahu, Pegadaian untuk menggadaikan emas. Biasanya pegadaian ramai saat menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru anak sekolah. Para ibu menggadaikan emas, untuk mendapatkan uang cash.
Nah saat ini ada produk menarik yang ditawarkan pegadaian. Salah satunya tabung emas. Apalagi sekarang masyarakat kelas menengah kebawah mulai melirik emas sebagai investasi. Dulu sih banyak yang beli emas perhiasan, tapi sekarang banyak yang mulai menyukai emas LM. Karena harga emas LM lebih mahal dibandingkan emas perhiasan, yang harga jualnya jauh di bawah harga beli.
Apalagi masyarakat pedesaan tidak mengenal bentuk investasi lain seperti Reksadana dan saham. Bagi mereka menabung emas lebih masuk akal. Dan ini yang dibidik oleh pegadaian, menurut Kartika.
Diskusi Pertama
Yang menyedihkan saat ini memang kebutuhan teknologi usaha lokal masih belum tercukupi oleh investor lokal. Hingga banyak pemain asing yang menggunakan investor luar negeri mengambil alih. Untuk itu e-money bisa bermanfaat bagi penanaman modal di pasar modal seperti reksadana. Beli reksadana pakai e-money, jadi simpel ya untuk transaksinya.
Untuk ini OVO, menurut Karaniya Dharmasaputra, CEO OVO, sudah menjadi solusi pembayaran e-investasi reksadana. Memang OVO patut diacungkan jempol. Saat muncul hanya dalam waktu satu bulan, jumlah transaksi OVO dengan transfer bank sudah sama besarnya. OVO memang pintar membidik retail dan kaum millennial.
Saya sendiri merupakan pengguna OVO yang aktif, apalagi saat promo grabfood dan cashback di Tokopedia. Pastinya OVO menjadi pilihan dalam transaksi online.
Sedangkan menurut Filianningsih Hendarta, Kepala DKSP Bank Indonesia, orang sekarang menyukai transaksi cepat, mudah, murah, aman dan handal (CeMuMuAh). Ditambah lagi menurut Filianningsih, dengan berita yang cepat sampai, masyarakat jadi bertanya kenapa pembayaran tidak bisa begitu? Sehingga Fast payment menjadi transaksi idaman masyarakat saat ini.
Dengan banyaknya peluang yang bisa digarap di Indonesia, Filianningsih berharap hal ini bisa digarap oleh UMKM bukan para investor luar. Dan diprediksi pada tahun 2025 nanti ekonomi digital Indonesia akan meroket sampai USD 133 Miliar. Angka tersebut jauh di atas runner up di ASEAN dengan ekonomi digital sebesar sebesar USD 50 Miliar di tahun 2025.
Sedangkan menurut Indra Utoyo, Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi Bank BRI, BRI sudah membidik ekonomi digital dengan BRI Digital Strategy Framework. Menggunakan tagline Digital First, Ecosystem First melakukan banyak terobosan. Dari AgenBRILink, BRIMobile, dan lain-lain.
Diskusi Kedua
Sebagai pembelanja online, saya memang sempat kaget, saat Alibaba datang ke Indonesia beberapa tahun lalu. Dan ini yang diutarakan oleh Mardani Maming, ketua umum HIPMI. Pertanyaannya, “Kenapa Alibaba yang sudah sebesar itu diajak bersaing dengan anak bangsa?”
Benar sih. Bukankah anak bangsa harus disupport, bukan malah bersaing dengan raksasa bisnis? Ibarat anak baru lulus SMA disuruh mengerjakan tes bareng professor, siapa coba yang menang? hehe.. Ini juga yang menurut Mardani membuat anak bangsa gentar bersaing dengan pelaku usaha asing. Pastinya dalam hal permodalan udah kalah telak.
Saat ini Hipmi bekerjasama dengan Kapal Api mendirikan stand HIPMI Kopi di kampus-kampus, sehingga para mahasiswa bisa langsung praktek dalam menjalankan usaha. Dan selain itu Mardani menyoroti kemudahan regulasi untuk UMKM, serta meminta para anak bangsa jangan dilepas bersaing dengan asing.
Sedangkan Yansen Kamto, pelaku Bisnis Start Up (Founding Partner Kinesys) memberikan contoh Wagyu, platform digital yang bisa mengurangi cost dan menambah pendapatan pengusaha warteg. Warteg yang pastinya membutuhkan berbagai sembako dan bahan mentah masakan, sudah tidak dipusingkan lagi dengan hal tersebut karena sudah kerjasama dengan Wagyu. Dan saat ini sudah 13 ribu warteg yang bekerjasama dengan Wagyu, woow..
Sayangnya saat ini Indonesia masih mengalami ketimpangan dalam menjalankan ekonomi digital ini. Dari sisi infrastruktur, internet, listrik dan logistik yang mendukung ekonomi digital. Padahal ekonomi digital Indonesia sangat potensial, yang terbukti dengan start up dengan status unicorn, yang telah mengantongi valuasi lebih dari US$ 1 miliar. Selain itu lifestyle dan entertainment seperti e-sport, podcast. Ecosistem ini harus selalu didukung agar bisa membesar bersama dalam kolaborasi.
