Bertemu Jodoh Di Website Biro Jodoh
Buat sebagian orang, menikah itu mudah. Tapi bagi saya untuk menikah, harus menjalani perjalanan yang sangat sulit dan memakan waktu yang cukup lama. Alhamdulillahnya pernikahan saya baik-baik saja, suami tipe laki-laki pengertian dan baik. Bagaimana dengan kamu? Apakah menikah itu merupakan sesuatu yang mudah atau sulit?
Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti biro jodoh online. Yups, biro jodoh, agak malu sebenarnya, karena anggapan menggunakan biro jodoh, berarti kita benar-benar tidak laku. Tapi saya merasa harus menikah, karena mau keluar dari rumah takut dicap anak durhaka, tetap berada di rumah hanya membuat terasa panas, karena dituntut menikah terus.
Dengan men-search secara online, saya menemukan website kenalan dengan membayar iuran anggota 100 ribu. Kalau tidak salah waktu itu tahun 2009. Seiring waktu saya menyadari, ternyata tidak semua anggotanya benar-benar ingin menikah. Banyak juga yang hanya untuk main-main dan PHP, malah ada yang meminta untuk menjadi istri kedua. Benar-benar menyebalkan.
Saya lebih suka berhubungan intens melalui chat yang disediakan oleh website tersebut, dibandingkan bertemu langsung. Setelah lama berinteraksi dan laki-lakinya minta ketemu, baru saya mau dengan syarat bertemu di tempat ramai seperti Mall dan pada waktu siang atau sore hari. Pulangnya pun saya anti diantar. Supaya merasa lebih aman.
Apakah saya langsung bertemu calon suami? Tidak. Menemukan calon suami yang tepat walaupun di biro jodoh, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saya masih harus mengalami beberapa sakit hati, ditolak dan menolak. Sampai saya merasa illfeel dan memutuskan berhenti berinteraksi dengan beberapa laki-laki di website itu. Sedih memuncak dan saya memilih pasrah.
Akhirnya ada laki-laki yang mengajak berkenalan, selama chat terlihat karakternya baik. Dia meminta bertemu. Oh oke, pikir saya. Kami janjian di TIS Square Tebet. Karena saya menghabiskan waktu dengan teman sorenya di Semanggi, saya pikir gampang ketemu di TIS. Ternyata saya terlambat, dan dia tidak sabaran menunggu. Kami lalu janjian di Bidakara, tepatnya di pinggir jalan. Bodohnya saya Bidakara malam itu gelap dan sepi. Sambil merutuki hati, menyesali keputusan saya, takut kalau ternyata dia orang jahat. Spontan saat bertemu, saya meminta KTP-nya. Dia malah ketawa sambil mengeluarkan KTP. Oke, rumahnya ternyata di Pancoran, jadi gampang kalau mau dipolisikan, kalau dia macam-macam.
Kami lalu pergi ke food court Tamini Square untuk ngobrol sebentar, karena sudah jam 9 malam, pelayan mulai merapikan tempat, jadilah kami ngobrol ditemani pelayan yang beres-beres. Entah kenapa pulangnya saya mau diantar. Okelah, tapi dia tidak boleh membuka helm, dan langsung pulang seperti tukang ojek.
Besoknya tiba-tiba dia minta ke rumah, saya kaget, dan minta dia bertemu dengan sahabat saya, untuk wawancara. Alhamdulillah pertemuannya sukses, dan dia menyatakan ingin menikah dengan saya. Saat kedatangan pertama, keluarga langsung suka dan ditanyakan kapan melamar. Setelah itu semuanya lancar sampai pernikahan. Malah pacar adik yang duluan dilamar, tapi menikahnya duluan saya.
Begitulah rumitnya mencari jodoh bagi saya. Entah bagi yang mudah ketemu jodohnya. Bagi yang belum menikah, percaya saja, asalkan ada kemauan pasti ada jalan. Asalkan tidak pernah berhenti mencari, suatu saat pasti ketemu.
“Jodoh itu nggak kemana-mana, tapi kalau nggak kemana-mana, mana mungkin dapat jodoh?” Benjamin S.