Di lingkungan rumah saya, yang di belakang pasar induk sayur dan buah-buahan. Masyarakatnya banyak pendatang dari daerah, terutama pulau Jawa. Mereka pun berprinsip untuk hidup hemat di perantauan, dengan menyewa kontrakan sempit, asal bisa membangun rumah di kampung. Bahkan banyak juga yang menitipkan anak-anaknya di kampung untuk sekolah. Sedangkan para orangtua bekerja di pasar.
Selain itu entah tekanan pekerjaan di pasar yang sangat menyita waktu dan tenaga, atau godaan perempuan lain yang sangat kuat. Banyak fenomena bang Toyib terjadi di sini, nikah-cerai, nikah lagi, dan seterusnya. Sehingga banyak anak yang dibilang punya ayah, tapi ayahnya tidak tanggung jawab. Sudah pergi entah kemana atau menikah lagi dengan perempuan lain.
Dikatakan oleh psikolog ibu Roslina Verauli, M.Psi, dalam pertemuan dengan Blogger Plus Community, pada keluarga itu terdiri dari bapak, ibu dan anak yang berada dalam satu atap. Bila hanya laki-laki dan perempuan, itu namanya couple atau pasangan. Dalam keluarga ada interaksi antar sesama anggota keluarga, dan juga peran serta tugas para ayah dan ibu, dalam melakukan fungsi keluarga.
Keluarga yang interaksinya terjadi dengan buruk dan para orang tua tidak menjalankan tugas dan perannya secara baik, maka akan berdampak pada buruknya kelangsungan keluarga. Memang berkeluarga tidak semudah yang dibayangkan seperti sebelum menikah. Berkeluarga membutuhkan bekal pengetahuan dan ketrampilan, agar keluarga bisa bahagia.
Sedangkan menurut ibu Eka Sulistia Ediningsih, Direktur Bina Ketahanan Remaja, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Museum Penerangan TMII, tgl 15 Mei 2018, pernikahan ideal bagi perempuan umur 21 tahun dan laki-laki 25 tahun. Dengan begitu, akan lebih mudah membangun keluarga berkualitas, karena memang sudah siap menikah.
Pentingnya Cinta Terencana
Memang sih cinta diperlukan oleh laki-laki dan perempuan, untuk menikah. Tapi dalam membentuk keluarga, cinta yang diperlukan cinta terencana, bukan cinta sesaat atau cinta satu malam. Waduh serem. Intinya sih, menikah bukan karena cinta buta, dan main nikah aja, tanpa tahu pernikahannya akan seperti apa.
Saya pun dulu begitu, pernah berjanji akan menikah dengan seseorang, tapi tidak memperhatikan sifatnya yang temperamental. Alhamdulillah akhirnya malah menikah sama suami dan langgeng sampai sekarang. Karena tujuan menikah kan untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warrohmah. Kalau menikah dengan sembarang laki-laki yang tidak siap menikah, bisa membuat keluarga nanti berjalan dengan buruk, malah bisa berakibat perceraian.
Dampak Keluarga Berkualitas Buruk Pada Masyarakat Dan Negara
Lalu kenapa BKKBN mencanangkan Cinta Terencana dalam menyambut Hari Keluarga Nasional pada 29 Juni mendatang? Karena memang keluarga, sebagai satu kesatuan masyarakat terkecil pasti ada dampaknya bagi masyarakat. Seperti di lingkungan rumah saya, anak-anak yang ayahnya bang Toyib, dulu jarang yang bisa melanjutkan pendidikan.
Alhamdulillah setelah ada Kartu Jakarta Pintar, anak-anak seperti ini masih bisa melanjutkan pendidikan. Tapi bagaimana dengan kasih sayang ayah dan kontrol keluarga? Dimana ibunya menjalan dua peran ganda, sebagai ibu sekaligus keluarga. Bila iman anak-anak itu tidak kuat, ancaman narkoba dan pergaulan bebas terbayang di depan mata.
Apalagi bila ayah dan ibunya malah tidak bisa menjadi orang tua teladan. Dimana pernah ada kasus ternyata kedua orang tuanya yang dosen, mengkonsumsi narkoba, sehingga anak-anaknya terlantar. Tidak mendapatkan makan yang cukup, serta rumah yang kotor, dan tidak layak dihuni oleh anak-anak.
Atau kasus dimana para orangtuanya mempunyai gaya hidup yang tinggi, tapi pendapatan tidak memadai. Lalu orang tua meminjam uang ke Bank atau menggesek kartu kredit untuk belanja. Tidak sanggup menyicil hutang, dan selalu membuat hutang baru, membuat mereka dikejar-kejar debt collector. Anak-anak pun hidup dalam ketakutan, sehingga kondisi psikologis mereka terganggu.
Kalau sudah begini, pastinya masa depan anak-anaknya akan suram. Dan mereka tidak bisa menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang. Malah akan membuat negara ini terpuruk, bila berprilaku tidak sehat dan menjadi sampah masyarakat.
Keluarga Berkualitas Merupakan Keluarga Ideal
Dengan cinta terencana sebelum menikah, akan terbangun keluarga berkualitas yang bercirikan sejahtera, sehat, mandiri, dan juga jumlah anak ideal. Keluarga berkualitas tidak selalu kaya raya dalam materi, tapi lebih ke ketentraman lahir batin dan menghasilkan generasi millenial yang berkualitas juga.
Selain itu keluarga yang melaksanakan fungsi keluarga secara optimal, mempunyai ketahanan fisik ekonomi, sosial dan psikologis. Sehingga mewujudkan keluarga berkualitas, dimana para anggota keluarganya juga merupakan SDM yang berkualitas.
Saya jadi mengkoreksi diri, apakah keluarga saya sudah berkualitas atau belum? Selagi masih ada waktu untuk membenahi keluarga kita. Yuk, kita jadikan keluarga kita berkualitas, agar program BKKBN tidak menjadi wacana semata.
Sifat temprmental bisa membuat luka tidak sekedar fisik tapi juga spikis.