Kongres Nasional PPWI 2 yang diadakan di Gedung Nusantara V pada hari Sabtu, 11 November 2017 sebenarnya bagus sekali. Banyak informasi yang disampaikan oleh para narasumber, yang terdiri dari berbagai pihak, tentunya berguna untuk para peserta. Namun akhirnya terjadi kericuhan yang sangat disesalkan berbagai pihak.
|
(Ruang Dewan yang gaduh karena tuntutan peserta) |
Berikut kronologisnya :
- Registrasi dimulai pada pkl. 08.00-09.00 WIB
- Acara dimulai dengan pembukaan dari doa lintas agama
- Acara inti dengan para narasumber
- Pembagian pin di tengah acara oleh panitia, sempat ada narasumber yang komplain agar pembagian pin dihentikan karena menganggu acara
- Pembagian snack di tengah acara oleh panitia, tapi hanya dibagikan di urutan depan bangku berderet 6×5, sedang bangku di tengah ke belakang, sampai peserta yang berdiri di belakang, karena tidak kebagian bangku, tidak mendapatkan snack
- Peserta mulai rusuh di luar karena komplain tidak mendapatkan snack.
- Peserta berebutan kupon makan siang di luar
- Acara selesai untuk umum dan mahasiswa pada pukul 12.00 WIB, acara akan dilanjutkan lagi dengan intern PPWI pada pukul 13.30 WIB
- Pembagian makan siang berupa nasi box, mulai rusuh lagi. Para peserta berebutan makan siang, dan kupon makan siang tidak berlaku. Yang penting siapa yang berani berdesakan dan berebutan makanan, baru bisa makan. Banyak yang tidak mendapatkan lagi makan siang.
- Saat kongres intern PPWI akan dimulai pukul 13.00 WIB, peserta umum dan mahasiswa, masuk lagi ke ruang dewan dan protes tidak mendapatkan snack dan makan siang kepada narasumber.
- Narasumber menenangkan peserta dan mengatakan makan siang sudah dipesan, tinggal menunggu. Peserta mulai tenang, dan mendengarkan. PPWI menjanjikan sertifikat dibagikan. PPWI menjelaskan katanya peserta membludak, dari 1000 peserta yang diperkirakan yang datang 1500 peserta.
- Tiba-tiba peserta berhamburan keluar, mengira goodie bag dibagikan ternyata nasi padang. Peserta banyak yang marah, ternyata nasi padangnya basi. Entah semua basi atau hanya sebagian, karena saya sudah makan nasi box, jadi tidak merasakan nasi padangnya.
- PPWI menjanjikan sertifikat dibagikan. Sertifikat katanya dibagikan di luar. Peserta keluar dan antri di meja registrasi, ternyata sertifikat dibagikan di luar. Peserta marah dan masuk lagi ke dalam.
- Peserta diminta duduk di bangku, dan sertifikat dibagikan oleh panitia. Keadaan tenang.
- Tiba-tiba peserta berhamburan keluar, ternyata goodie bag berupa tas ransel dan buku dibagikan hanya 4 kardus besar, dan itu berebutan juga. Peserta marah dan mengejar panitia, sampai ke ruang belakang. Pintu belakang didobrak dan peserta berebutan mengambil goodie bag. Sadewi, salah satu teman blogger mengatakan kalau kardus berisi goodie bag ditendang-tendang panitia, untuk disembunyikan. Dan di bawah tangga, juga terdapat kardus berisi goodie bag.
- Peserta yang lain mencari panitia menuntut goodie bag dan fee transport ke dalam ruang dewan. Entah kenapa, ruang dewan gelap, ada beberapa lampu yang dimatikan. Saya pun sempat merekam di dalam ruang Dewan.
- Keadaan sangat rusuh, saya keluar dan ada peserta yang mengintip salah satu ruangan terkunci. Ada tumpukan kardus di sana. Peserta memanggil panitia untuk membuka ruangan tersebut, panitia muncul dan mengatakan pintu akan dibuka, tapi petugas keamanan juga muncul dan mengatakan kalau barang di kardus untuk acara lain bukan acara PPWI. Akhirnya pintu tidak jadi dibuka. Peserta kecewa.
- Ruang dewan kembali tenang. Peserta kembali dan menuntut goodie bag dan uang fee. PPWI mengatakan goodie bag sudah dibagikan. Tapi kenyataannya yang mendapatkan hanya sedikit, peserta marah. Peserta menuntut kejelasan uang fee, kalau tidak absensi yang tercantum fee transport Rp. 110.000,- dikembalikan ke peserta. PPWI menawarkan uang fee akan dibagikan pada hari Senin, peserta menolak dan menuntut uang fee dibagikan saat itu juga.
- Akhirnya pukul 16.00 diputuskan PPWI akan berunding terlebih dahulu dan keputusan paling telat pukul. 18.00 WIB. Peserta setuju.
- PPWI kembali ke ruang dewan pada pukul. 17.45 WIB, dan menyampaikan tentang laporan keuangan. Ternyata memang uang dari Dewan sudah turun sebanyak 55 juta untuk transportasi 500 peserta. Tapi sekitar kurang lebih 30 juta dipakai untuk operasional. Dan ada sisa uang sekitar 20 juta atau 22 juta(saya kurang pasti jumlahnya, karena PPWI agak kurang jelas penyampaian sisa uangnya). Uang sisa itu yang akan dibagikan ke peserta, dengan taksiran setiap peserta akan mendapatkan uang Rp. 61.800,-.
- Peserta menolak dan meminta dibagikan tetap di angka Rp. 110.000,-. Peserta menganggap PPWI sudah melakukan penggelapan uang, dengan memakai uang sekitar 30 juta untuk operasional, padahal itu uang transport peserta yang diberikan oleh DPD. Malah ada peserta yang pengacara, ibu Grace, menyatakan PPWI sudah melakukan penggelapan uang, dan bisa diajukan ke Polisi. Polisi yang hadir di situ, sampai salah tingkah saat ibu Grace ingin mengajukan delik. Peserta pun menuntut ketua panitia untuk dihadirkan. Suasana panas.
- Kata sepakat kemudian didapat, para peserta pun absen kembali untuk melihat jumlah peserta yang tersisa, karena banyak yang pulang. Bila memang memungkinkan jumlahnya, peserta tetap mendapatkan transport Rp. 110.000,-
- Setelah absen terkumpul, pada pukul 19.50 WIB, akhirnya peserta mendapatkan uang transport Rp. 110.000,- Tapi caranya dipanggil satu persatu dari absen baru dan harus menunjukkan KTP atau bukti identitas lainnya. Kalau tidak membawa, peserta terpaksa difoto.
- Akhirnya saya dan teman-teman blogger dipanggil sekitar pukul. 20.30 WIB, mendapatkan uang transport Rp. 110.000,- dan keluar dari ruang Dewan lalu pulang.
Sebenarnya saya dan teman-teman blogger lainnya juga pernah datang di suatu event, atas nama pribadi bukan komunitas blogger, seperti Kongres Nasional PPWI ini, yang tidak mendapatkan snack dan makan siang. Tapi kami terpaksa menerima dan memilih pergi pada sekitar pukul. 11.45 WIB dan tetap melaksanakan kewajiban blog post. Hanya karena penasaran dengan hasil akhir kesepakatan peserta dan PPWI, kami memutuskan untuk tinggal.
Sudah lagi para peserta yang memperjuangkan yang terdiri dari mahasiswa, umum, perwakilan daerah dan lain-lain, meminta kami untuk bertahan di Gedung Nusantara V. Sebenarnya memang bukan nominal uang transport yang dipermasalahkan oleh peserta, tapi profesionalitas PPWI dan panitia.
Ada beberapa faktor yang membuat para peserta marah :
- Banyak utusan dari daerah, sayangnya saya tidak ingat dari daerah mana saja. Seingat saya ada yang dari Sulawesi Utara, Papua, dan sebagainya.
- Ada peserta yang berusia lanjut sekitar 60-70 tahun, kakek dan nenek yang tidak mendapatkan makanan karena tidak bisa berebutan, sehingga ada yang demam, karena sampai pukul 14.00 WIB belum makan. Sedih mengetahuinya.
- Ada juga peserta difabel, yang ini membuat saya sangat terharu. Saat berbincang dengan peserta laki-laki di sebelah saya, dia mengaku dari yayasan Difabel di Bogor. Dia mensyukuri hanya dia yang datang dari yayasannya, karena dengan keterbatasan seperti memakai tongkat, kursi roda, tidak mungkin mereka berebut makanan. Dia sendiripun mengaku kaki kanannya memakai kaki palsu dan mengendarai motor dari Bogor ke Gedung MPR. Dia sangat berharap mendapatkan uang transport untuk pengganti bensin. Selain dia, memang ada beberapa peserta lain yang memakai kursi roda dan tongkat.
- Di gedung Nusantara V tidak ada minimarket, tidak ada foodcourt, tidak ada kaki lima, tidak ada penjual makanan dan minuman. Entahlah di gedung lain dalam kawasan MPR/DPR ada atau tidak, kami peserta sudah lelah dan lapar. Padahal banyak peserta yang kelihatannya mapan secara ekonomi dan mempunyai uang, tapi tidak tahu harus membeli kemana. Peserta dari daerah ada yang berteriak-teriak, mereka dari daerah tidak tahu harus membeli makanan dimana.
- PPWI sepertinya tidak mendanai biaya peserta dari daerah, entah mereka datang atas biaya sendiri atau dibiayai dari Pemda mereka.
- Dan kurang colokan untuk handphone, entah menjelang sore, malah colokan listrik yang aktif tiba-tiba tidak bisa dipakai. Apakah dicabut atau tidak oleh panitia, wallahu’alam. Untuk kami yang sangat bergantung dengan handphone, rasanya sangat menyebalkan.
Undangan PPWI ini sangat menggiurkan. Dari undangan yang beredar di grup Whatsapp, memang banyak yang dijanjikan oleh panitia.
Tulisan ini masih banyak kekurangan dan tidak menghakimi siapapun, hanya ingin menjelaskan situasi sebenarnya yang terjadi di Kongres PPWI, karena saya dan teman-teman blogger ada di sana, menjadi peserta, bukan berita HOAKS.
Para peserta bertahan sampai malam menuntut hak, karena berharap kericuhan di Kongres Nasional 2 PPWI menjadi pelajaran buat siapapun, agar tidak terulang lagi peristiwa yang sama di kemudian hari.
Aahh..tulisanku masih di draft vy…punyamu malah udah tayang duluan. Tapi bener itu panitia PPWI sudah dari awal tidak menampilkan itikad baiknya, mulai dari snack sarapan yang terlambat juga tanda tangan peserta yang 2kali padahal uang transport belum diterima. Saya pun ikut bertahan sampai malam karena geregetan pengen tau hasil akhirnya bagaimana. Kenapa juga harus ditunda2 kalau memang uangnya ada dan tidak diulur2 bahkan sampai tawar menawar sampai larut malam. PPWI tidak PROFESIONAL!!
Malu-maluin saja. Untungnya aku ga daftar dan ikut datang. Sudah ada firasat, karena kalau pesertanya banyak bisa salah kejadian seperti ini.
Kurang profesional, seharusnya peserta dibatasi sesuai jumlah makanan & transportasi. Kemarin memang kesannya gampang banget mau mendaftar ikut acara itu. Saya kalau pesertanya bejibun gitu, gak bakal daftar.
Ini mau dipublish ragu-ragu terus. Iya, lapernya kerasa banget, sampai harus berebutan makanan. Bener, kita bareng-bareng bertahan sampai malam ya. Minimal makanan jangan sampai berebutan, kasihan yang sudah berumur. Jadi pelajaran banget buat PPWI, nggak nyangka pesertanya nuntut.
Hehe.. bener mba, di ruang dewan lhoo, tempat rapat pembahasan UU. Aku nggak dapat firasat bakal riweh begini, besok-besok kapok sama PPWI.
Minimal makanannya ya mba, buat peserta. Dikira nggak bakal begini. Aku di awal acara sebenernya senang mba, bisa duduk di kursi dewan, kayak mimpi, eh malah kelaparan.
Ih geregetan aku bacanya
Kok bisa sih panitianya gak profesional banget gitu. Malu2in aja
Iya kebanyakan peserta, tapi anehnya pendaftaran tetap dibuka pas hari H, jadi peserta membludak.